![]() |
Ilustrasi (Foto : Ist/Peristiwanusantara.com) |
By Putra Mardiyanto
NATUNA, Peristiwanusantara.com – Ketika kabar penghentian aktivitas tambang nikel di Raja Ampat disambut sukacita oleh pecinta lingkungan di seluruh Indonesia, pertanyaan besar muncul dari ujung utara Nusantara, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
“Kalau tambang nikel di Raja Ampat bisa dihentikan, kenapa tambang kuarsa di Natuna dibiarkan?” tanya Putra, seorang pemuda asal Bunguran Timur, dengan sorot mata yang mencerminkan kekhawatiran mendalam.
Keresahan Putra bukan tanpa alasan. Ia, bersama masyarakat Natuna lainnya, khawatir eksploitasi pasir kuarsa yang kian masif justru akan meninggalkan warisan pahit berupa kerusakan lingkungan yang tak terpulihkan.
“Laut kami bukan sekadar air dan pasir. Di situlah kami hidup. Di situlah masa depan anak-cucu kami bertumpu,” tegasnya.
Natuna, benteng pertahanan Indonesia di Laut Natuna Utara, memiliki kekayaan alam luar biasa, laut yang kaya hasil ikan, pesisir yang memukau, dan ekosistem yang masih alami. Namun, aktivitas pertambangan kuarsa yang terus meluas mulai menimbulkan luka di tubuh alamnya.
Lubang-lubang besar, vegetasi yang hilang, serta ancaman kerusakan lingkungan kini menghantui masyarakat. Mereka mulai mempertanyakan: apakah keuntungan ekonomi jangka pendek dari pertambangan pantas dibayar dengan kerusakan alam yang berisiko permanen?
“Kalau pemerintah pusat bisa berpihak pada pelestarian alam Raja Ampat, mengapa tidak melakukan hal yang sama terhadap Natuna?” lanjut Putra.
Ia mendesak agar pemerintah daerah maupun pusat segera mengevaluasi seluruh izin pertambangan kuarsa yang ada di Natuna. Menurutnya, evaluasi menyeluruh penting dilakukan demi memastikan aktivitas tambang tidak mengorbankan lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal.
Hingga kini, belum terdengar sikap tegas dari pemerintah daerah mengenai langkah konkret untuk menanggapi keresahan masyarakat. Wacana evaluasi maupun penghentian tambang belum secara resmi disampaikan ke publik.
“Saya pribadi tidak menolak pertambangan. Tapi jangan sampai kekayaan alam rusak dan rakyat menderita hanya demi segelintir keuntungan,” ujar Putra.
Ia menegaskan, dirinya bukan anti-investasi. Namun ia berharap agar investasi tambang dilakukan secara beretika, berkelanjutan, dan mengedepankan prinsip keadilan lingkungan.
“Pertanyaannya sekarang: akankah pemerintah menunjukkan keberpihakan yang adil bagi semua daerah? Atau Natuna harus menunggu kehancuran sebelum akhirnya didengar ? Jika Raja Ampat bisa diselamatkan, maka Natuna pun layak diperjuangkan,” pungkasnya. (Put)
Editor : Ismanto
Posting Komentar