-->

Ads (728x90)

Mengabdi Tanpa Pamrih, Membangun Tanah Kelahiran dengan Cinta 
 
Jejak BWS: Dari Laut Seluan untuk Natuna
Wan Safri Syamsudin (Putra/Peristiwanusantara.com)

 
By Putra Mardiyanto 

NATUNA, Peristiwanusantara.com –  " Kalau bukan kita yang bantu kampung kita, siapa lagi?" Kalimat itu bukan sekadar slogan, tetapi napas perjuangan seorang pria bernama Wan Safri Syamsudin, atau yang kini akrab disapa BWS—singkatan dari Bang Wan Safri. 

Namanya kini semakin dikenal di Natuna karena dedikasi nyata membangun kampung halaman yang pernah mengajarinya arti perjuangan hidup dari bawah.

Di tepi laut Ranai yang tenang, pria bersahaja ini membuka kisah hidupnya dalam sebuah dialog penuh makna. Ia tak berbicara tentang pencitraan, tapi tentang sebuah janji hidup: “Balik Kampung, Bantu Kampung.”

“Ini adalah janji pribadi saya untuk Natuna. Tempat saya dibesarkan dengan peluh, perjuangan, dan doa,” ujarnya.

Masa Kecil yang Penuh Perjuangan

Tumbuh di Pulau Seluan sejak usia tiga tahun, BWS kecil hidup bersama kakeknya setelah perceraian orang tua akibat himpitan ekonomi. Ibunya, almarhumah Partini, merantau ke Batam dan Pinang, meninggalkan kenangan pahit yang membekas.

“Setiap kapal datang ke pelabuhan, saya berlari, berharap mak saya pulang. Tapi yang datang hanya ombak dan angin,” kenangnya haru.

Sejak usia enam tahun, ia telah ikut melaut. Hasil tangkapan dijual berkeliling, atau jika nihil, mereka hanya makan ubi cincang. Sekolah ditempuh dengan penuh keterbatasan. Namun beruntung, Kepala Sekolah SDN Seluan, almarhum Wan Kasim, membebaskan biaya dan memberinya beras setiap bulan.

Mandiri Sejak Remaja, Bertahan demi Sekolah

Setelah pindah ke Batam saat kelas lima SD, BWS menempuh pendidikan di pesantren dan SMA Hang Tuah Bengkong. Hidup mandiri dijalaninya sejak muda: tinggal di masjid, bekerja di minimarket sekolah, dan malamnya ngojek.

 “Saya dan sahabat saya, Arjuhan, saling bantu. Semua kami lakukan demi sekolah,” katanya.

Setelah SMA, BWS bekerja serabutan: tukang las kapal, pemilik warnet, jasa tiket, hingga akhirnya memasuki dunia yang mengubah hidupnya—trading valas.

Titik Balik: Dari Trader ke Dermawan

Bergabung dengan perusahaan broker asal Rusia menjadi titik balik kehidupannya. Karier sebagai trader membawanya pada kesejahteraan finansial. Namun, di tengah kelimpahan, ia memilih untuk kembali.

“Saya ikhlaskan diri untuk Natuna. Saya ingin memberi sebelum diminta,” tegasnya.

BWS aktif membagikan sembako, merenovasi rumah, memberi bantuan uang tunai, menciptakan lapangan kerja, hingga membangun Yayasan Natuna Pulau Tujuh dan apotek di Sedanau.

Gagas Program Sosial & Bangkitkan Pemuda

Kini BWS memperjuangkan agar program makanan bergizi Presiden Prabowo bisa hadir di Natuna. Ia juga tengah membentuk Gerakan Pemuda Natuna (GPN) sebagai wadah gotong royong, advokasi, hingga pengawasan kebijakan lokal.

Tak hanya itu, ia menggelar turnamen bola voli Agustus mendatang di Pantai Piwang, dengan hadiah mencapai Rp 67,5 juta. Semua demi menyatukan masyarakat dan membangun rasa bangga terhadap tanah kelahiran.

Janji untuk Nelayan dan Negeri

BWS juga tengah mempersiapkan program untuk nelayan, mulai dari bantuan alat tangkap, budidaya laut, hingga perbaikan infrastruktur dasar di wilayah pesisir.

 “Saya tahu rasanya tak berdaya. Itulah mengapa saya ingin mereka punya peluang lebih baik,” ungkapnya.

Pesan untuk Pejabat dan Pengusaha

Melalui kisahnya, BWS menitipkan pesan mendalam kepada para tokoh sukses:

 “Saya bukan orang kaya dari lahir. Tapi ketika hidup sudah cukup, saatnya kita memberi, bukan menumpuk.”

 “Dokumentasi saya bukan untuk pamer, tapi motivasi. Mari pulang ke kampung, bantu yang masih berjuang. Kalau bukan kita, siapa lagi?”


Pantun Penutup

  • Patah galah di ujung tanjung,
  • Patah satu tumbuh kembali.
  • BWS pulang membangun kampung,
  • Dengan niat tulus dari hati.
  • Buah delima jatuh ke riba,
  • Dibelah empat dibagi-bagi.
  • Kalau hidup telah sejahtera,
  • Jangan lupa bantu negeri sendiri. (Put)


Editor : Ismanto

Posting Komentar